Aneka Gas Industri
Pada penutupan perdagangan
kemarin Rabu 29 November 2017 AGII ditutup pada harga Rp 590 per lembar saham.
Harga ini berada sedikit diatas harga terendah AGII sepanjang sejarah yakni
550. Jika dihitung dari harga tertinggi AGII sendiri yang tercatat pada 1120,
AGII sudah terkoreksi sebesar 47% saat ini. Jadi selama setahun ini harga
terendah AGII yakni 550 dan harga tertingginya tercatat sebesar 1120. Apakah
ini peluang? Mari kita lihat lebih mendalam.
AGII atau Aneka Gas Industri
adalah perusahaan gas yang bergerak dibidang industri gas tertentu dalam bentuk
gas, cair, ataupun padat, mendesain konstruksi dan instalasi peralatan gas pada
pabrik pelanggan dan rumah sakit serta memperdagangkan produk gas dari produsen
lain kepada pelanggan entitas. AGII sendiri memiliki beberapa entitas anak
seperti PT Samator Gas Industri (SGI) yang memproduksi dan memperdagangkan gas,
PT Ruci Gas (RG) yang memperdagangkan gas, dan PT Samabayu Mandala (SM) yang
memproduksi, memperdagangkan serta pemasangan instalasi gas.
![]() |
Sumber : www.anekagas.com |
Pada kuartal III 2017 AGII
mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,33 triliun atau naik 11,8% dari Rp 1,19
triliun pada periode yang sama di 2016. Dengan pendapatan sebesar itu, AGII
mencatatkan laba bersih sebesar Rp 77,3 miliar atau naik sebesar 46% dibanding
periode yang sama di 2016. Jelas dengan pendapatan yang lebih dari Rp 1,33
triliun tersebut, laba bersih yang hanya Rp 77 miliar menandakan bahwa margin AGII
sangat tipis yakni hanya 5,8% sehingga ini tidak menarik bagi investor. Akan
tetapi jika kita melihat perkembangan pendapatan dan laba bersih AGII, maka
sebenarnya terdapat peningkatan yang cukup baik. Dengan pendapatan yang naik
sebesar 8,7% dan laba bersih sebesar 46% maka jelas ini memberikan informasi
bahwa AGII sebenarnya bertumbuh meski dengan pertumbuhan yang kecil.
Dengan laba bersih sebesar Rp
77,3 miliar tersebut, sebenarnya AGII telah melampaui laba bersih tahun 2016
Full Year yang sebesar Rp 64,3 miliar atau telah naik sebesar 20%. Jadi
sebenarnya pada kuartal III 2017 ini sudah melampaui laba bersih AGII di 2016
namun dengan pendapatan yang sebesar Rp 1,33 triliun tersebut sebenarnya AGII
masih belum mencapai target yang ditetapkan oleh manajemen. Pihak manajemen
telah menentukan target pendapatan sebesar 10%-20% dari pendapatan 2016. Jadi sebenarnya
pada 2017 ini AGII menargetkan pendapatan sebesar Rp 1,82 – 1,98 triliun.
dengan pendapatan AGII saat ini, maka pendapatan tersebut baru sebesar 73 – 67
% dari total target manajemen. Terlepas dari masih rendahnya pendapatan AGII
dibanding target yang ditentukan, margin laba AGII sebenarnya tumbuh yang di
kuartal III 2016 sendiri margin laba AGII hanya sebesar 4,4% dibanding 5,8%
pada 2017.
Penjualan AGII sendiri
ditopang oleh 2 industri yakni produk gas, dan jasa dan peralatan. Penjualan
produk gas sendiri mengalami peningkatan yang cukup baik dengan peningkatan
sebesar 11,7% dimana pada 2016 lalu AGII mampu menjual gas sebesar Rp 1,09
triliun sedang pada 2017 penjualan gas mencapai Rp 1,21 triliun sedangkan untuk
jasa dan peralatan sendiri hanya meningkat sebesar 8,2%. Dimana pada 2017
pendapatan dari sektor ini sebesar Rp 117,9 miliar dibandingkan pada 2016 yang
sebesar Rp 108,9 miliar. Jadi dari sini kita sudah dapat menarik kesimpulan
bahwa meski dengan margin laba yang kecil banget, AGII masih bertumbuh di
tengah kebijakan penurunan harga gas oleh pemerintah. Dimana penjualan gas
industri AGII sendiri menyumbang sebesar 84,6% dan penjualan jasa dan perlatan
sendiri menyumbang sebesar 15,4%.
Bagaimana
dengan kondisi keuangan AGII lainnya?
Ekuitas AGII tercatat sebesar
Rp 2,8 triliun dengan liabilitas sebesar Rp 3,09 triliun atau rasio utang
terhadap ekuitas sebesar 1,1 kali. Cukup tinggi memang, namun kita harus tahu
utang tersebut mayoritas utang jangka pendek atau jangka panjang. Sedangkan ROE
AGII sendiri hanya 3,6% (disetahunkan) ini tidak begitu menarik, ya karena
memang kecil banget.
Saat ini utang jangka pendek
AGII mencapai Rp 1,3 triliun, dengan komposisi terbesar berasal dari utang
bank, obligasi dan utang jangka panjang yang jatuh tempo. Nilainya
masing-masing sebesar Rp 382,2 miliar, Rp 389,7 miliar, dan Rp 299,7 miliar.
Sementara kas dan setara kas AGII sendiri sebesar Rp 350,6 miliar dengan
piutang kepada pihak berelasi dan piutang usaha masing-masing sebesar Rp 157,9
miliar dan Rp 294,8 miliar. Dengan jumlah segitu maka AGII tetap harus mencari
alternatif pendaan untuk menutupi pembayaran hutangnya ditengah upaya AGII
berekspansi.
AGII sendiri pada tahun 2015
memiliki pangsa pasar sebesar 30% dari total pasar gas industri ini dimana
sebesar 87% dikuasai 4 perusahaan
termasuk AGII sebagai leading market. Sedangkan untuk sektor medis, AGII
memimpin pangsa pasar sebesar 70-80%. Namun demikian margin laba yang kecil dan
tingginya biaya investasi pada industri gas saat ini sepertinya belum mampu
menarik kompetitor-kompetitor baru untuk memasukinya. Pelanggan AGII sendiri mayoritas oleh pihak
ketiga dimana seluruh pendapatan dari pihak ketiga hampir 95% dari total
pendapatan AGII. Sedangkan penjualan kepada entitas anak hanya sebesar 5,8%
saja. Pihak ketiga ini merupakan end user seperti industri makanan dan minuman,
kimia, kosmetik, rumah sakit, baja, otomotif, dan lain-lain. Pelanggan AGII
sendiri diklaim berada dalam sektor yang sama dan sesuai dengan proyek
pemerintah yang tercantum dalam Peraturan pemerintah tentang Rencana Induk Pembangunan
Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Saat ini penjualan gas AGII masih fokus di
dalam negeri.
AGII sendiri sampai saat ini
memiliki kurang lebih 50 pabrik dan 100 SPBU di seluruh Indonesia. Sedangkan
jaringan distribusi AGII sebanyak 104 dengan pembagian di dua wilayah. Wilayah
Barat terdapat sebanyak 56 titik jaringan distribusi sedangkan pada wilayah
timur terdapat 48. Sampai saat ini (2017) AGII berencana membangun sebanyak 11
filling station baru dengan 6 filling station telah dibangun pada semester I
yang berfokus di wilayah timur dan paling banyak di Sulawesi dengan 4 Filling
Station baru. AGII beranggapan bahwa Indonesia wilayah timur saat ini sedang
berkembang baik baik infrastrukturnya juga permintaan gas industri, sehingga
AGII ingin masuk lebih dulu sebelum kompetitor lainnya yang nantinya mereka
berharap akan menjadi pemasok utama di wilayah tersebut.
Lalu
Berapa belanja modal AGII untuk membangun 11 filling station tersebut?
Dana IPO AGII pada September
2016 lalu yang mampu diraih sebanyak Rp 843,3 miliar (bersihnya Rp 811,33
miliar setelah dikurangi berbagai biaya) dan sampai pada kuartal III 2017 AGII
telah menggunakan sebanyak Rp 642,67 miliar, untuk pembayaran utang yang
sebesar Rp 324,5 miliar dan Rp 162,2 miliar untuk modal kerja serta Rp 324,53
miliar untuk investasi yakni pembelian filling station dan peremajaan pabrik
dan penambahan sarana dan prasarana distribusi pun juga pembelian serupa untuk
entitas anak. Modal kerja sebanyak 162 miliar tersebut dimasukkan menjadi
deposito di Bank mandiri.
Bagaimana dengan valuasinya?
Saat
ini AGII dihargai 590 perlembarnya dengan Book Value AGII sendiri pada 926.
Sehingga PBV AGII tercatat sebesar 0,64. Sedangkan PER AGII tercatat sebesar 20
kali. Seperti yang kami sampaikan diawal tadi, bahwa tingkat profitabilitas
AGII sendiri sangat kecil dengan ROE yang hanya 3,6% yang disetahunkan maka
wajar jika diharga 590 tersebut PER AGII sangat tinggi meski lebih rendah
ketimbang saat berada di puncaknya yakni 1200 yang mencapai 40 kali. Namun dengan
PBV yang hanya 0,64 dan harga yang berada di sekitar harga terendah AGII
sepanjang tercatat di Bursa Efek Indonesia, maka terdapat peluang setidaknya
AGII mampu kembali ke harga sekitar PBV 1 kali.